Tulisan ini berkaitan dengan politik. Agak sotoy memang, gue juga takut ketika berbicara politik seperti ini bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kasus Zarry Hendrik tempo dahulu. Namun gue ambil resikonya, asalkan keluarga gue tidak diapa-apain.
Pemilu Presiden berlangsung beberapa hari lagi, hanya saja begitu banyak masyarakat kita yang apatis terhadap pemilu ini. Alasannya sederhana saja, siapapun yang menjadi presiden tidak akan mengubah hidup mereka. Setidaknya, demikian yang saya dapat dari hasil ngobrol dengan beberapa bapak-bapak yang kerjaanya nongkrong di arung kopi sepanjang hari. Lah gimana hidup mau berubah kalo saban hari nongkrong di warkop mulu, pak ? *toyor kepala bapaknya*
Namun, gue juga tidak bisa menyalahkan mengapa kemudian banyak masyarakat kita seperti itu. Sudah begitu lama masyarakat kita menanti perubahan, tapi nyatanya tidak datang-datang. Selain masyarakatnya sendiri yang enggan untuk berubah, sebenarnya. Ketika kemudian pemilu presiden datang lagi, maka sepertinya bagi masyarakat yang begitu, memilih untuk tidak memilih adalah pilihan yang harus diambil. Toh, pada awalnya juga gue pingin golput kok.
(dari titik ini, kata gue akan berubah menjadi saya. Biar kesannya serius. Ehem.)
Sebelumnya, saya terkejut dengan antusias rakyat Indonesia dalam Pillpres kali ini. bahkan mereka tidak menutupi kenyataan bahwa mereka mendukung salah satu capres. Dulu di kala saya kanak ( waktu itu partainya hanya 3), saya ingat saat pernah menanyakan apa pilihan partai yang dipilih oleh ibu dan beberapa om saya, kata mereka itu rahasia, tidak boleh dibocorkan. Sungguh berbeda dengan saat ini. Terlepas dari apakah saat itu saya hanya dibohongi oleh keluarga atau tidak.
Lalu bagaimana dengan kedua pasangan sekarang ?
Dari dua pasangan yang ada, maka pada akhirnya jika diberikan kesempatan memilih, saya akan memilih Jokowi dan Jusuf Kalla.
Pertanyaan selanjutnya, kenapa saya memilih untuk memilih Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai Presiden ?
Karena, saya tau saya tidak mungkin memilih Prabowo dan Hatta Rajasa. Itu saja.
Tapi sebelum kesitu, mengapa pada akhirnya cuma dua pasangan ini saja yang maju ? i mean, dulu rumornya pernah ada Anies Baswedan, Gita Wiryawan, dan Mahfud MD hingga Rhoma Irama dan Farhat Abbas. Mereka semua pada kemana ? tapi Gita Wiryawan ini lucu sih. Mundur jadi mentri gara-gara mau fokus nyapres, eh pas nyapres gak ada partai yang mau dukung L. Mahfud MD beda lagi, beliau ini ditipu sama cak Imin. Bukan ditipu sih, di PHP lah yah. I feel you, broh.
Apa bagusnya Jokowi ?
Jadi begini, pernah lihat debat capres ? apa yang dikatakan Prabowo ? tentang uang 1600 T, tentang menjanjikan kenaikan gaji, tentang korupsi yang dikatakannya karena gaji yang kurang, tentang memberi uang. Tentang uang, selalu begitu. Siapa yang tidak tertarik dan tergoda tentang kenaikan gaji ? hanya saja, pada kenyataanya tidak akan semudah itu. Hanya orang-orang yang tidak terdidik (dalam artian mental) saja yang akan tergoda dengan uang. Jika kemudian dia menjanjikan hal-hal yang begitu, pada akhirnya apa yang membedakan Prabowo dengan MLM ? sungguh kawan, bukannya saya munafik tidak tertarik dengan uang, hanya saja rasanya masa depan bangsa ini sebagai tempat untuk generasi kita selanjutnya lebih penting.
Jokowi tidak menjanjikan itu, dia menjanjikan (atau berharap bisa memberikan) sesuatu yang bagi saya lebih berkelas, yaitu rakyat bisa menghidupi dirinya sendiri dengan dukungan negara. Ketika kemudian kita bisa menghidupi diri sendiri tanpa harus bergantung kepada orang lain, disitulah saya merasa merdeka.
Yang paling menggoda dari Jokowi adalah perihal revolusi mental, dan memanusiakan manusia. Sungguh jangan kira ini adalah perihal gampang, ini hal yang sulit bukan buatan. Berapa banyak manusia di sekitar kita yang berprilaku seperti binatang ? berapa banyak manusia disekitar kita yang diperlakukan seperti binatang ? dan berapa lama lagi engkau tega melihat mereka seperti itu ? jangan kata anda tidak pernah melihat yang seperti ini jika kemudian mengatai teman anda (kelakuannya) mirip anjing. Jangan.
tapi kan Jokowi adalah presiden boneka ?
Apa hanya karena itu ? mengapa sedikitpun tidak punya rencana memilih Prabowo dan Hatta ?
Hingga sekitar Desember 2013, saya pernah mengatakan kepada ibu saya bahwa Prabowo akan jadi presiden Indonesia, karena ia gagah,tegas, dan memang niat jadi presiden sudah dari lama. Lama banget malah. Pada saat itu, saya juga memilih Prabowo untuk menjadi presiden nusantara ini. Tapi kemudian akal sehat ini bertanya lagi, apa saja yang dibawa Prabowo ? siapa Prabowo ini? Seperti apa Prabowo ini?
Prabowo adalah mantan menantu Soeharto, seorang anggota militer papan atas yang diberhentikan jabatannya (BACA : dipecat). Terlibat dalam penculikan aktivis dan pelanggaran HAM. Ini adalah hal yang berat. Kemudian disebutkan juga bahwa Prabowo adalah pengusaha, sayang usahanya inilah yang membawa dia kedalam tumpukan hutang sebesar 14 triliun. Saya yakinkan anda bahwa anda sedang tidak salah baca dan saya tidak salah ketik, iya bung EMPAT BELAS TRILIUN !! NOLNYA ADA DUA BELAS ! *saya tidak begitu yakin terhadap jumlah nol*
Teman saya bilang, bahwa perihal penculikan aktivis itu sepenuhnya bukan salah Prabowo. Itu adalah perintah atasannya. Dan dalam militer, kita tidak boleh melanggar dan menolak perintah atasan. Disini, saya mulai berbeda pandangan. Saya adalah anak yang dari kecil biasa dikritik, dan memberikan kritik, yang artinya setiap keputusan masih bisa diperdebatkan. Apa yang saya takuti adalah, apa kita harus selalu menuruti Prabowo ? toh dia adalah orang militer, dan dalam militer tidak ada yang boleh melawan perintah atasan. Namun bagaimana jika perintah itu sendiri adalah sesuatu yang salah? Kita cuma diam dan menuruti ? tidak. Memimpin militer itu tidak sama dengan sipil. Dalam memerintah rakyat sipil, selalu ada penolakan, keberatan, kritik dan sebagainya. Berbeda dengan memimpin militer yang mengatakan siap dan ya saja.
Prabowo mengagungkan demokrasi dalam debat capres beberapa edisi ini, tapi sungguh saya justru meragu. Silahkan anda mengatakan saya suuzan atau memiliki prasangka buruk yang belum teruji, tapi sungguh saya takut dipimpin seorang fasis .(apalagi prasangka saya ini didukung oleh video Ahmad Dhani yang menggunakan seragam Nazi) Dipimpin fasis, beberapa Negara memang sempat mengalami kejayaan. Jerman dan Italia dulu contohnya. Mereka ditakuti Negara lain. Tapi apa rakyatnya bahagia ? saya tidak ingin pemerintahan yang mutlak dan selalu menganggap mereka selalu benar dan memiliki hak atas segalanya, bagi saya itu hanya akan mengecewakan pejuang bangsa yang membawa kita kedalam demokrasi ini, yang rela kehilangan nyawanya bagi masa depan bangsa ini.
Lalu, apa yang memberatkan hati saya untuk memilih Prabowo adalah pernyataannya dalam debat capres pertama yang mengatakan bahwa korupsi ada karena gaji yang kecil. Man, mau gaji besar, kecil manusia gak akan pernah puas. Sekalipun gaji lo 100 juta sebulan, kalo korupsi bisa membuat 1 00 miliar dalam waktu singkat, ya disikat juga. Terus terang, berdamai dengan korupsi dan orang-orang yang korup adalah sesuatu yang mutlak salah bagi saya.
Saya tidak mengatakan bahwa tim Jokowi diisi oleh orang-orang yang berkompeten seluruhnya, toh pasti ada cecunguk busuk nangkring disana. Megawati contohnya, orang yang membuat Jokowi kelihatan seperti bonekanya. Hanya saja melihat siapa saja yang ada di tim Prabowo, saya malah tertawa terbahak-bahak. Disana ada Hatta Rajasa, Mahfud MD, Surya Dharma Ali, PKS (yang melakukan korupsi daging sapi dan tempat bernaungnya Tifatul Sembiring), serta yang membuat saya geleng-geleng kepala, FPI (front Pembela Isalam). Hatta Rajasa adalah cawapres yang selalu berbicara kepastian hukun, entah ia sempat melihat kecermin atau tidak sebelum ia mengatakan itu. Surya Dharma Ali adalah orang yang melakukan korupsi biaya pengadaan haji. Oh, mengkorupsi kegiatan keagamaan agama mayoritas suatu Negara ketika menjabat sebagai menteri agama. Hebat bukan buatan benar orang ini. Jika anda masih butuh bahan tertawa, disana ada Aburizal Bakrie. Apa yang membuat saya tertawa kepada aburizal bakrie ? anda bisa cari penyebabnya. jika anda tidak tertawa atau meringis geram, maka rasanya anda akan dihadiahi adipura atau kalpataru, terserah Hatta Rajasa lah nama penghargaanya apa.
Saya tidak mau dipimpin oleh mereka.
Hanya saja, saya tidak menutup mata jika kemungkinan besar yang akan menjadi Presiden rakyat Indonesia berikutnya adalah Prabowo. Saya mendukung Jokowi -tentu saja-, tapi pergerakan dan sosialisasi Jokowi masih terasa kurang. Saat tim Jokowi bikin konser dengan ratusan penampil dan ribuan penonton relawan, tim Prabowo sudah mengunjungi banyak pelosok desa, dari pintu ke pintu, hingga memberikan mereka santunan dalam amplop (biasanya berjumlah 100 ribu, tapi kalo kurang beruntung Cuma dapat 75 ribu, dipotong panitia buat zakat mungkin). Sementara tim Jokowi hanya menggunakan tagar #SalamDuaJari dan #AkhirnyaMemilihJokowi dan foto “I Stand on the Right Side”. Pergerakan di social media ini serasa tidakada apa-apanya jika membandingkan dengan apa yang dilakukan tim Prabowo ke desa-desa. Ironis, Jokowi yang ndeso itu bahkan tidak mendapati simpati dan dukungan dari rakyat desa. Dan yang memahami apa yang ditawarkan oleh Jokowi adalah para kaum yang memiliki pendidikan cukup. Ini menyedihkan sekali sebenarnya. Jika tidak percaya, silahkan nongkrong di warung kopi atau pergi ke kantor lurah atau pos kamling terdekat, Prabowo adalah mayoritas.
Maka dari itu, saya telah belajar menerima kekalahan. Tapi meskipun nantinya Jokowi dan JK kalah dalam pilpres ini, toh saya tidak akan menyesal, dan mulai mendukung program Prabowo, karena toh saya tau bahwa I Stand On the Right Side. Dalam sisi mendukung Indonesia menjadi Negara yang lebih baik, tahun ini, tahun berikut, dan selamanya.
Pada akhirnya, saya setuju sama Banbanpret bahwa : Saya memilih bukan karena tahu pilihan yang benar dan salah, saya memilih karena ada pilihan yang waras. Manusiakanlah manusia yang masih manusiawi.
“Semua pilihan pasti berkonsekuensi. Kita bisa bebas nggak milih, tapi nggak bisa bebas dari konsekuensi yang telah kamu pilih.“
Resiko bahwa gue memutuskan untuk memilih sekarang, agar masih bisa mengkritisi polemik apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Resiko bahwa gue menjatuhkan pilihan kepada Pak Jokowi, adalah masih lebih baik daripada ngedumel di kemudian hari padahal waktu pilpres juga diam seribu kata.
Resiko bahwa gue pastinya masih ngeri akan jadi apa dengan para tokoh pendukung Jokowi sekarang di masa mendatang. I mean, semua orang pasti punya kepentingan ‘kan?
Eniwei, jangan sampai pilpres ini merusak pertemanan kita. Bagaimanapun, pertemanan adalah nomor satu, kalo presiden tetap nomor dua. *Kemudian diculik*
SALAM DUA JARI !
ps : untuk tau apa saja prestasi kedua capres, silahkan buka http://fakdacapres.com/