Televisi, dan Logika Yang Tidak Bisa Saya Pahami

Dulu, saat masih kanak-kanak hingga beranjak remaja, aneh rasanya sehari saja tidak menonton televisi. Apalagi di hari minggu, tak wajar rasanya jika saya memutuskan untuk keluar rumah, bermain dari pagi hingga maghrib. Aneh.  Bahkan makruh hukumnya pergi di hari minggu (bahkan untuk urusan pendidikan sekalipun), karena saya tau bahwa di hari minggu adalah hari dimana tayangan anak-anak memenuhi segala ruang di televisi swasta. Oke, mungkin tidak semuanya, tapi kebanyakan iya. Hari minggu adalah surga kecil anak-anak. Setidaknya, dahulu seperti itu.

Kemudian, perlahan lahan beberapa hal berubah. Saya mulai beranjak besar, dan zaman mulai bertambah canggih, dan aneh. Dan tayangan televisi semakin tidak karuan. Dahulu televisi bagian penting dari informasi. Saya tidak malu mengakui bahwa ketika masih bocah, saya tidak akan mau makan kalo tidak sambil menonton televisi. Kalo keadaannya mati lampu, ya saya tungguin sampe hidup. Kalo matinya dari pagi sampe maghrib, maka makan saya hari itu dijamak ke maghrib semua. Begitulah..  pada zaman dahulu.. btw, ini bukan dongeng. Tapi hari ini, apa yang terjadi di hadapan kita..

Sebagai anak yang sempat merasakan jadi bagian generasi 90-an (meskipun besar dan berkembang pada awal 2000-an), sedih rasanya melihat acara televisi hari ini. Ambil contoh pada acara hari minggu. Dulu, hari minggu saya rela bangun jam setengah lima subuh agar tidak ketinggalan serial Saint Seiya. Demi kartun saya rela bangun pagi! Demi sekolah ? ogahhh.. ini bukan contoh yang baik, jadi jangan dicontoh ya adik-adik.

Jadi dari pertama itu Saint Seiya terus nanti lanjut ke Ultraman, Chibi Maruko Chan, Let’s and Go,  Bakabon, VR Troopers, Voltron, Power Rangers, Doraemon, Kabutaku, Beyblade,Dragon Ball, YU-GI-sampai acara terakhir hari itu (bahkan sampe wiro Sableng!). Tapi biasanya, jam 11 saya udah berenti nonton karena udah dijemput sama tetangga-tetangga buat main bola, main sepeda atau sekedar maling jambu tetangga. Dan selang kurang lebih 10 hingga 12 tahun kemudian, saya melihat keadaan yang menyedihkan untuk anak-anak saat ini. Mereka tidak lagi punya tontonan seperti jaman saya dulu. Kejam.

Terlepas dari kurangnya hiburan untuk anak-anak ( ayolah, tidak mungkin seumur hidup mereka hanya dijejali Upin-Ipin dan Sponge Bob saja!), saya merasa kualitas siaran televisi kita saat ini dalam tahap mbuh, yang bikin kita geleng-geleng kepala. Semenjak kuliah, saya jarang menonton televisi, awalnya memang karena tivi warisan di kosan rusak, tapi lama kelamaan saya justru bersyukur. Acara saat ini sungguh astaghfirullah haladzim sekali.

Awal 2000-an, tidak pernah rasanya ada pernikahan artis yang disiarin LIVE di TV Swasta. Tapi sekarang, pernikahan Raffi Ahmad – Nagita Slavina disiarkan LIVE selama beberapa jam (atau mungkin beberapa hari). Ketika tau dari Twitter bahwa pernikahan ini disiarkan LIVE, yang ada dalam pikiran saya adalah “Siapa yang butuh melihat pernikahan ini seharian ?”. Lah, kita kan bukan sanak saudaranya mereka, boro-boro saudaraan, kenal pribadi aja nggak. Belum lepas penasaran saya, sekarang persalinan Ashanty disiarkan LIVE oleh RCTI. ALLAHU AKBAR !

Saya tidak tau bagaimana jalan pikiran orang-orang yang menentukan acara-acara di televisi ini, tapi sejak kapan proses persalinan artis menjadi hal yang sedemikian “penting” untuk diinformasikan ? baca lagi, bukan berita tentang persalinan ya, tapi PROSES PERSALINAN itu yang diinformasikan. Secara live pula. Edan.  Penting endasmu njepat, mz.

Sama tidak mengertinya saya akan jalan pikiran Mas Anang, yang mau menandatangi kontrak untuk proses persalinan ini. Jujur, saya belum pernah melihat persalinan secara langsung, hanya saja membayangkan moment yang pribadi seperti ini – kalau tidak salah, wanita melahirkan melalui lubang di dekat vagina, atau di vagina itu sendiri(?)- disaksikan jutaan rakyat indonesia bikin saya nggak ngerti. Bayangkan daerah selangkangan istri anda disaksikan oleh ribuan hingga jutaan pasang mata, ngeri nggak ? saya harap pihak televisi hanya mengambil muka Ashanty saja. Jangan sampe daerah situ lah. Kasian.

Anang –dari apa yang saya baca- berkilah kalo dalam prosese persalinan ini terdapat nilai edukasi di dalamnya, dulu Ashanty pernah keguguran dan bertahan, hingga akhirnya hampir melahirkan sekarang. Saya hanya tidak tau letak nilai edukasinya dimana. Nilai edukasi yang mungkin belum bisa dimengerti oleh pengangguran baru lulus seperti saya ini.

Mereka mungkin lupa, bahwa ketika menyiarkan siaran ini, ada satu hal yang disebut “Frekuensi Publik”. Frekuensi publik yang didapat pihak televisi dari izin negara yang jika ditilik ke ujung, itu berasal dari pajak yang orang-orang bayar. Mereka merebut hak publik untuk mendapatkan siaran yang bermutu. Oke, karena saat ini susah mencari siaran yang bermutu, minimal ya yang  agak bener  lah. Yang etis. Yang bisa diterima akal. Lucu rasanya ketika Anang berdalih “yang terganggu, tinggal ganti Channel saja”.  Padahal, adalah hak warga negara menuntut atau memprotes program yang dianggap sudah keterlaluan. Dalam hal ini, keterlaluan noraknya. Atau bodohnya. Tergantung penilaian anda masing-masing

Tapi jika dilihat secara umum, percayalah kawan, dunia pertelevisian negara kita memang menyedihkan. Dari TV Berita yang tidak netral, televisi hiburan acaranya juga gimana ya. Booming satu acara, yang lain juga bikin yang mirip. Contohnya ? Booming GGS, maka muncullah 7 Manusia Harimau, Manusia Harimau. Booming Mahabarata dan hal yang india yang ANTV, Trans 7 juga nayangin serial India. Yang ANTV gila India, yang Indosiar Mabuk Dangdut. MNC TV ? gak usah dibahas ! Entahlah bang, adek capek ngeliatnya.

Selain itu, ada beberapa tayangan yang lari dari “jalurnya”. Sepengetahuan saya, dulu Dahsyat  itu adalah acara musik, yang dibahas ya Klip, Chart, sama Musik. Sekarang ? dahsyat sebagai acara musik itu kedok doang, dua kali saya nonton dahsyat dalam 2 bulan ini, yang ada malah sibuk ngebahas kehidupan pribadi Hostnya, Raffi Ahmad, Nagita Slavina, Dede, sampai Justin Bieber Girlfriend wannabe, Dijah Yellow. Njablug tenan.

Mungkin benar kita tidak butuh televisi, yang kita butuh hanya teman berbagi  yang seharusnya. Karena sekarang televisi tidak lagi membagikan apa yang seharusnya. Mereka udah berubah  😦

2 respons untuk ‘Televisi, dan Logika Yang Tidak Bisa Saya Pahami

Tinggalkan komentar